Peluang SMR dalam penyediaan energi bersih pengganti batu bara di Indonesia?

Pembangkit tenaga nuklir telah digunakan sejak tahun 1950-an, ukuran unit reaktor telah berkembang dari 60 MWe menjadi lebih dari 1600 MWe, dengan skala ekonomi yang sesuai.

Pada saat yang sama telah ada ratusan reaktor daya yang lebih kecil yang dibangun untuk penggunaan angkatan laut (hingga 190 MW termal) dan sebagai sumber neutron, menghasilkan keahlian dalam rekayasa unit daya kecil dan mengumpulkan lebih dari 12.000 tahun pengalaman reaktor.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mendefinisikan ‘kecil’ sebagai di bawah 300 MWe, dan hingga sekitar 700 MWe sebagai ‘sedang’ – termasuk banyak unit operasional dari abad ke-20.

Semua reaktor tsb telah dikatagorikan oleh IAEA sebagai reaktor kecil dan menengah (SMR).

Namun, ‘SMR’ lebih umum digunakan sebagai akronim untuk ‘reaktor modular kecil’ (Small Modular Reactor). Subkategori reaktor sangat kecil – vSMR – diusulkan untuk unit di bawah sekitar 15 MWe, terutama untuk masyarakat terpencil.

Reaktor modular kecil (SMR) didefinisikan sebagai reaktor nuklir yang umumnya setara atau kurang dari 300 MWe, dirancang dengan teknologi modular, mengejar penghematan produksi seri dan waktu konstruksi yang singkat. Definisi ini, dari Asosiasi Nuklir Dunia, didasarkan pada definisi dari IAEA dan Institut Energi Nuklir AS.

Pada tahun 2020 IAEA menerbitkan buku terbarunya tentang SMR-nya, Kemajuan dalam Perkembangan Teknologi Reaktor Modular Kecil, dengan kontribusi dari pengembang yang mencakup lebih dari 70 desain.

IAEA memiliki program https://aris.iaea.org/Publications/SMR_Book_2020.pdf yang bertujuan untuk menilai desain “multi-application small light water reactor” (MASLWR) dengan generator uap integral, berfokus pada sirkulasi alami pendingin, dan pada laporan tahun 2003 US DOE (kementrian energiAmerika Serikat) menerbitkan tentang desain konseptual MASLWR ini. (DISKUSI di page bagian bawah)